Berguru ke Desa Doi Tung
GAMBAR Raja Thailand dan permaisuri terpampang di pintu masuk supermarket yang terletak di Phuket, sebelah selatan Thailand. Bersama puluhan turis, aku digiring untuk memasuki tempat belanja itu. Tour guide menjelaskan bahwa semua wisatawan wajib singgah ke tempat itu. Yang dijual di situ adalah hasil bumi dan cenderamata.
Tadinya aku tak tertarik. Namun setelah tour guide menjelaskan bahwa semua produk di toko itu adalah buah tangan warga desa Doi Tung, sebuah desa yang terletak di utara, aku mulai tertarik. Biarpun harganya mahal aku tak peduli. Bagiku, selalu ada nilai lebih dari produk yang diolah dengan penuh ketekunan oleh warga desa. Ternyata Doi Tung juga menjadi merek kedai kopi yang mengalahkan Starbuck di Thailand. Padahal, kedai itu justru dikelola oleh warga desa.
Mendengar kata Doi Tung, ada banyak tunas pertanyaan yang tumbuh di hati. Apa yang unik di desa ini? Apa yang bisa dipelajari dan diterapkan untuk desa lainnya?
Dari banyak negeri yang kujelajahi, Thailand adalah salah satu negeri yang paling peduli pada desa. Tak hanya keindahan dan eksotika wilayah desa yang bisa dikemas dan laku keras di kalangan turis, tapi juga produk-produk pertanian dan cenderamata yang dihasilkan warga desa menjadi kekuatan utama. Pihak kerajaan memberikan support yang amat besar bagi pengembangan berbagai produk pertanian unggul. Pantas saja jika banyak buah unggul dan berkualitas selalu disebut berasal dari Bangkok.
Di Phuket, aku bertemu seorang biksu yang berjalan dengan memakai kain berwarna jingga. Ketika melihatku memegang pastik bertuliskan Doi Tung, ia tersenyum. Tanpa kuminta, ia lalu bercerita tentang desa indah di utara itu. “Itu salah satu desa paling ajaib. Dua puluh tahun lalu, semua penduduknya miskin. Tapi kini, semuanya berubah. Kini desa itu menjadi salah desa paling kaya di tanah ini.”
Mengapa perubahan bisa sedemikian cepat? Aku menemukan jawabannya kala berdiskusi dengan Sawitree, salah satu aktivis organisasi non pemerintah di Thailand. Memang benar, dahulu penduduk Doi Tung adalah petani opium. Hingga suatu hari, Ibu Suri Kerajaan Thailand berkunjung. Ia lalu menunjuk organisasi non-pemerintah Mae Fah Luang untuk merancang program yang bisa mengeluarkan daerah itu dari keterbelakangan. “Ini misi yang berat. Sebab kami harus meningkatkan standar kehidupan masyarakat yang sebelumnya ekonomi subsisten,” kata Sawitree.
Sawitree menyebut strateginya adalah merancang 3S, yakni (1) Survival, (2) Sufficiency, (3) Sustainablity. Yang dimaksud dengan survival adalah keadaan masyarakat yang masih miskin, infrastruktur buruk, serta tak adanya jaminan kesehatan dan pendidikan. Sufficiency adalah keadaan ketika masyarakat memiliki gaji yang cukup, akses pendidikan dan kesehatan, serta kehidupan yang lebih baik. Sedangkan Sustainability adalah ketika masyarakat memiliki tabungan, ketahanan sosial dan ekonomi, dan semangat wirausaha.
Pertanyaannya, bagaimanakah memulai strategi itu? Langkah pertama adalah menyediakan jaminan kesehatan. “Mustahil warga desa bisa berproduksi kalau mereka selalu was-was akan kesehatan,” katanya. Kedua adalah memastikan ketahanan pangan. Ketiga, petani harus diedukasi agar mening- katkan kualitas serta berani mengambil pekerjaan teknis lainnya. Langkah- langkah ini menciptakan keberlanjutan yang memungkinkan mereka untuk keluar dari lingkaran peredaran opium. “Langkah terakhir adalah ketika kami – fasilitator pembangunan- keluar dari desa itu. True sustainability is when people are masters of their own destiny,” katanya.
Langkah-langkah ini nampak sederhana. Namun butuh kerja keras untuk memastikan semuanya bejalan sesuai rencana. Produk pertanian Doi Tung lalu dipasarkan ke kota-kota, dikemas dengan sangat menarik. Pemerintah lalu mengeluarkan kebijakan agar supermarket yang memajang produk warga desa menjadi destinasi dari semua biro wisata. Tak hanya itu, kafe yang memasarkan kopi Doi Tung dibuat di mana-mana demi mengalahkan Starbuck, sebuah langkah yang briliant dan efektif.
Seiring dengan membaiknya ekonomi, tak ada lagi warga yang bertani opium. Bahkan angka kebakaran hutan juga turun secara drastis. Ekowisata berkembang pesat. Ternyata, tesis Sawitree benar bahwa tindakan menanam opium, kriminalitas, serta problem sosial justru dimulai dari akar yang sama yakni kemiskinan. “Dengan memotong rantainya, kita telah berbuat banyak bagi masyarakat. If you want sustainability, don’t put all your eggs in one basket“.
Tak disangka, aku belajar banyak dari kunjungan ini. Aktivis Thailand ini telah membuka mataku lebih lebar untuk melihat bahwa ada banyak harapan yang bisa dibumikan dengan langkah-langkah sederhana.